Written by adex 0 komentar Posted in:


Hujan Meteor Lebih Sering Jatuh ke Bumi Cetak Email
Fenomena alam seperti jatuhnya meteor ke bumi bukan lagi hal baru dalam kehidupan manusia di muka bumi ini. Fenomena alam setahun sekali berupa hujan meteor Perseid juga terbilang sering menghiasi langit di berbagai belahan dunia. Bahkan di Indonesia, termasuk beberapa kota besar seperti Jakarta dan kota lainnya dapat menikmati kilatan-kilatan cahaya dari meteor yang berguguran menubruk atmosfer.

Kejadian terbaru yang menghebohkan Indonesia adalah jatuhnya meteor yang menghancurkan tiga rumah di Duren Sawit, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu sekaligus merupakan sebuah peristiwa langka. Batu langit itu biasanya tak sempat menyentuh bumi karena sudah habis terbakar di atmosfer.

Namun dipastikan peristiwa ini bukan yang terakhir. Indonesia berada di ekuator, wilayah dengan hujan meteor paling lebat di bumi. Ada beberapa meteor yang jatuh di Indonesia selama ini. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menduga meteor itu seukuran buah kelapa.

Tahun 1797: Meteor ditemukan jatuh di Prambanan, Jawa Tengah. Inilah meteor yang tercatat jatuh di Indonesia untuk pertama kalinya.

Tahun 1811: Meteor seberat 10 ton ditemukan di Surakarta, Jawa Tengah. Kemudian, 10 Juli 1822: Meteor jatuh di Cirebon, Jawa Barat, seberat 16,5 kilogram.

Pada 19 September 1869: Meteor seberat 20 kg ditemukan di Cabe Remban, Jawa Timur. Lalu 19 Maret 1884: Meteor ditemukan di Djati Pengilon, Jawa Timur, seberat 1,66 kuintal.

Untuk 2 Juni 1915: Meteorit seberat 24,75 kg ditemukan di Klender, Jakarta Timur. Batu ini kemudian dinamai Meester-Cornelis.

Di 19 Desember 2004: Warga Jinjing, Kecamatan Tigaraksa, Tangerang, mendengar ledakan keras di langit pada pukul 07.30. Suaranya terdengar hingga Jakarta dan Bekasi. Para ahli meyakininya sebagai ledakan meteor, meskipun jejaknya tak ditemukan.

Selanjutnya, pada 1 Januari 2008: Meteor jatuh di Gianyar, Bali. Tanggal 8 Oktober 2009: Meteor raksasa meledak di atas Teluk Bone, Sulawesi Selatan, di ketinggian 15-20 kilometer. Menurut badan antariksa Amerika, NASA, meteor dengan diameter 10 meter itu mengakibatkan ledakan berkekuatan tiga kali bom atom Hiroshima. Meteor Bone ini ukurannya lima kali dari meteor yang meledak di Wisconsin, Amerika Serikat bulan April lalu.

Seperti dilansir dari berbagai media, bahwa hujan meteor Lyrids yang puncaknya terjadi Kamis dini hari hingga malam (22 April 2010) lalu terekam kamera meteor (kamera medan luas) milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Hujan meteor terdeteksi pada Kamis pukul 03:49 WIB hingga 05:10 WIB dari Stasiun Pengamat Dirgantara Sumedang. Ada empat yang tampak seperti goresan cahaya teridentifikasi. Demikian disampaikan Pakar Astronomi LAPAN Prof Dr Thomas Djamaluddin.

Hujan meteor, merupakan debu sisa komet di antariksa yang berpapasan dengan bumi dan memasuki atmosfer, bergesekan sehingga terbakar dan terlihat seperti goresan cahaya di malam hari. Saat orbit komet berpotongan dengan orbit Bumi dan di orbit komet tersebut terdapat sisa-sisa serpihan komet, kita akan dapat melihatnya sebagai hujan meteor.

Papasan bumi dengan serpihan yang ditinggalkan oleh Komet Thatcer (C/1861 G1) yang mengorbit Matahari selama 415 tahun dikenal dengan nama Hujan Meteor Lyrid. Tidak seperti meteor yang berbentuk batuan, hujan meteor tidak berbahaya karena sangat halus dan umumnya habis terbakar di atmosfer, dan hanya terlihat dalam hitungan 1-2 detik lalu menghilang.

Hujan meteor, lebih sering menjatuhi bumi dibanding meteor, di mana dalam setahun bisa beberapa kali terjadi. Hujan meteor Lyrid sudah terjadi sejak 16 April sebelumnya dan diperkirakan baru selesai pada 26 April, tetapi kerapatannya tak sama.

Hujan Meteor Lyrid ada di langit sebelah timur laut di rasi Lyra di atas bintang terang bernama Vega. Selain Lyrid, juga ada hujan meteor bernama Leonit, Perseid, Draconid atau Iorionid dan lain-lain. Int/Hizkianita

Read more